Sumenep-
Lihat Wajahnya, matanya terlihat cekung tatapannya kosong. Lihat
badannya, hanya tinggal daging pembungkus tulang. Tak ada lagi sisa
senyum di wajahnya, yang ada hanya rintihan kesedihan dan kepasrahan.
Dialah Juma’asi warga Desa
Pinggirpapas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep pemegang “Kartu
Perlindungan Sosial” . Tubuhnya terbaring lemah tak berdaya akibat
penyakit komplikasi yang di deritanya. Penyakit yang menggerogotinya
selama bertahun-tahun telah membuat segalanya menjadi kelabu. Juma’asi
sempat dirawat selama 4 hari di RSUD Dr.Moh. Anwar Sumenep. Juma’asi
menderita Gagal Ginjal, Kencing Manis, dan entah apalagi, yang jelas
dokter RSUD Moh. Anwar mengatakan bahwa penyakit wanita miskin ini
komplikasi dan sudah kronis. Pihak RSUD Sumenep sudah menyarankan agar
Juma’asi dirujuk ke Surabaya untuk menjalani cuci darah. Namun apa daya
pihak keluarga terpaksa membawa pulang karena alasan ketidak tahuan dan
alasan ekonomi. Saat ini, dirumah kecil dan kamar yang sempit keluarga
ini hanya bisa pasrah dan menunggu detik-detik Sang Malaikat maut
menjemput Juma’asi.
“Apa
yang bisa kami lakukan..??, kami hanya bisa pasrah” begitu ungkap
Bahrabi, suami Juma’asi yang sejak lama juga menderita penyakit lumpuh.
Sejak beberapa tahun yang lalu kehidupan keluarga ini memang sungguh
memilukan.
Sebelum
Juma’asi menderita sakit, suaminya sudah menderita kelumpuhan. Suaminya
berjalan menggunakan tongkat dan seringkali terjatuh. Pasangan ini
dikaruniai delapan orang anak. Enam anak sudah berkeluarga, tinggal dua
anak lelaki dan seorang anak perempuannya yang baru saja bercerai dengan
suaminya. Namun mereka juga tidak punya pekerjaan tetap, hanya ketika
musim kemarau mereka bekerja menggarap lahan garam milik orang lain.
Sementara ketika musim penghujan mereka tidak bekerja. Praktis beban
hidup keluarga ini sangat berat, untuk makan saja mereka mengandalkan
dan menunggu pemberian anak-anak mereka yang sudah berkeluarga.
Sementara anak-anak mereka yang berkeluarga juga bekerja seadanya hanya
cukup untuk makan saja.
“Sejujurnya,
untuk makan saja kami merasa malu pada menantu kami” ujar Bahrabi
sambil matanya berkaca-kaca, “Sekarang ini nasib istri saya sudah
sepenuhnya saya serahkan kepada Tuhan,Sirin Allah Tulung Allah (semua dipasrahkan kepada Allah)
Bahrabi
juga mengungkapkan bahwa selama istrinya sakit sebetulnya membutuhkan
minimal 4 popok dalam sehari. Harga satu popok Rp.3.000 yang berarti
dalam sehari minimal butuh Rp.12.000, namun kerena tak memiliki apapun
hal itu hanya dilakukan selama beberapa hari sejak istrinya tak bisa
beranjak dari tempat tidur. Saat ini keluarga mengganti popok Juma’asi
dengan kain bekas. Dan ini menyebabkan kamar tempat ia berbaring
dipenuhi dengan aroma yang kurang sedap.
Disisi lain yang tak kalah mengenaskan adalah nasib Bahrabi, Suami Juma’asi ini tidak
berani makan dan minum sesuka hati, dia harus rela menahan lapar dan
haus, karena takut jika banyak makan dan minum dia akan sering ke kamar
kecil. Dan sekedar tambahan informasi keluarga ini tidak memiliki WC
dirumahnya. Sehingga untuk buang air besar Bahrabi harus berjalan sejauh
+ 100 meter dari rumahnya untuk mencapai WC sungai sambil berjalan menggunakan tongkat dan sesekali terjatuh.
Bahrabi
dan istrinya tetap berharap semoga Tuhan memberi keajaiban dan orang
atau pihak yang peduli akan nasib mereka.Sungguh memilukan dan menyayat
hati nasib keluarga ini, kemana lagi mereka mengadu.
Kisah
sedih Juma’asi mungkin hanya satu dari beberapa kisah di negeri ini.
Negeri ini konon kaya dengan sumberdaya alam, tapi mengapa rakyatnya
sengsara, dimana pemimpin mereka..??? dimana wakil mereka..??? . Negeri
ini memang besar, negeri ini memang kaya, namun negeri dan pemimpin
negeri ini juga sedang sakit.